Satu desa, satu rencana dan satu anggaran merupakan semangat dan perspektif yang paling menonjol dalam UU Desa dalam hal . Semangat ini sejalan dengan prinsip kewenangan asal usul dan kewenangan lokal berskala desa diatur dan diurus sendiri oleh desa, perspektif “satu desa, satu rencana, satu anggaran” dimaksudkan untuk dua hal.
1. Desa mempunyai hak kewenangan untuk mengambil keputusan tentang perencanaan dan penganggaran secara mandiri, sesuai dengan konteks dan kepentingan masyarakat setempat.
2. Membentengi imposisi dan mutilasi proyek masuk desa yang datang dari Pemerintah Pusat, Pemerintahn Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota maupun OPD/SKPD, yang selama ini membuat desa sebagai outlet atau pasar perencanaan dan penganggaran.
Kemandirian Desa
Perencanaan desa sebagai bentuk keputusan lokal itu merupakan jantung kemandirian desa. Desa mengambil keputusan kolektif yang menjadi dasar pijakan bagi eksistensi desa yang bermanfaat untuk warga. Salah satu keputusan penting yang diambil dalam perencanaan desa adalah alokasi anggaran, khususnya ADD, yang tidak hanya untuk membiayai konsumsi pemerintah desa, bukan juga hanya untuk membangun prasarana fisik desa, tetapi alokasi untuk investasi manusia dan pengembangan ekonomi lokal yang berorientasi untuk penanggulangan kemiskinan.
Konsep dan praktik perencanaan desa itu sendiri mempunyai makna “merebut negara”, mengingat ia berupaya menerobos rezim pemerintahan, rezim perencanaan, rezim pembangunan dan rezim demokrasi yang selama ini mengabaikan desa.
Sayangnya sampai saat ini di berbagai daerah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah desa masih banyak yang belum memahami makna “merebut negara” dari dimensi konsep dan perencanaan ini. Akibatnya antara lain:
1. Banyak desa yang masih disetir pemerintah tingkat atasnya.
2. Banyak anggaran desa digunakan untuk program pemerintah atasnya.
3. Banyak desa yang tidak punya RPJMDes dan RKPDes tapi membuat APBDes.
4. Banyak desa yang terpaksa mengikuti saja program kegiatan anggaran yang bersumber dari APBDes yang dijadikan proyek menghabiskan anggaran bersama antara pemerintah desa dengan pemerintah tingkat atasnya.
5. Banyak desa melaksanakan kegiatan anggaran yang seola-ola kegiatan, tetapi sesungguhnya hanya upaya menghabiskan anggaran untuk piknik semata.
Manakala cara dan kondisi tersebut di atas tidak segera diubah, desa dan masyarakat desa tidak akan pernah mencapai kemandirian dalam berdesa. Sebab perencanaan desa itu sebagai bentuk keputusan lokal yang merupakan jantung kemandirian desa. Desa mengambil keputusan kolektif yang menjadi dasar pijakan bagi eksistensi desa yang bermanfaat untuk warga.
Baca juga:
Pemerintah Desa Bisa Menolak Perintah Pemkab Lho!